Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pembangunan di segala bidang perlu dilaksanakan secara berkesinambungan;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan dapat terjadi berbagai ragam dan jenis risiko yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat;
c. bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi anggota masyarakat dan sekaligus merupakan salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat, sehingga memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian, dalam upaya memajukan kesejahteraan umum;
d. bahwa dalam rangka meningkatkan peranan usaha perasuransian dalam pembangunan, perlu diberikan kesempatan yang lebih luas bagi pihak-pihak yang ingin berusaha di bidang perasuransian, dengan tidak mengabaikan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan perekonomian pada umumnya;
e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang tentang Usaha Perasuransian.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23);
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2959);
4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok- pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA PERASURANSIAN
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
2. Obyek Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
3. Program Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu Undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
4. Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Akturia.
5. Perusahaan Asuransi Kerugian adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
6. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
7. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
8. Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi Asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
9. Perusahaan Pialang Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
10. Agen Asuransi adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
11. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
12. Perusahaan Konsultan Akturia adalah perusahaan yang memberikan jasa akturia kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu program asuransi dan atau program pensiun.
13. Afiliasi adalah hubungan antara seseorang atau badan hukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijaksanaan orang yang lain atau badan hukum yang lain, atau sebaliknya dengan memanfaatkan adanya kebersamaan kepemilikan saham atau kebersamaan pengelolaan perusahaan.
14. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Pasal 2
Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang:
a. Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang;
b. Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa akturia.
Jenis usaha perasuransian meliputi:
a. Usaha asuransi terdiri dari:
Pasal 3
1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;
2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan;
3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
b. Usaha penunjang usaha asuransi terdiri dari:
1. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung;
2. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi;
3. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan;
4. Usaha konsultan akturia yang memberikan jasa konsultasi akturia;
5. Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
Pasal 4
Usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut:
a. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi;
b. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku;
c. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang.
Pasal 5
Usaha penunjang usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian dengan ruang lingkup kegiatan usaha sebagai berikut:
a. Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi;
b. Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak reasuransi;
c. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada obyek asuransi kerugian;
d. Perusahaan Konsultan Akturia hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa di bidang akturia;
e. Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran asuransi bagi satu perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari Menteri.
Pasal 6
(1) Penutupan asuransi atas obyek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung, kecuali bagi Program Asuransi Sosial.
(2) Penutupan obyek asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi di dalam negeri.
(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk:
a. Perusahaan Perseroan (PERSERO);
b. Koperasi;
c. Usaha Bersama (Mutual).
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),usaha konsultan akturia dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perorangan.
(3) Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.
Pasal 8
(1) Perusahaan Perasuransian hanya dapat didirikan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia;
b. Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
(2) Perusahaan perasuransian yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus merupakan:
a. Perusahaan perasuransian yang mempunyai kegiatan usaha sejenis dengan kegiatan usaha dari Perusahaan perasuransian yang mendirikan atau memilikinya;
b. Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, yang para pendiri atau pemilik perusahaan tersebut adalah Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Reasuransi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari Menteri, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial.
(2) Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:
a. Anggaran dasar;
b. Susunan organisasi;
c. Permodalan;
d. Kepemilikan;
e. Keahlian di bidang perasuransian;
f. Kelayakan rencana kerja;
g. Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat.
(3) Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, maka untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri.
Pasal 11
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian meliputi:
a. Kesehatan keuangan bagi Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi, yang terdiri dari:
1. Batas tingkat solvabilitas;
2. Retensi sendiri;
3. Reasuransi;
4. Investasi;
5. Cadangan teknis; dan
6. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan;
b. Penyelenggaraan usaha, yang terdiri dari:
1. Syarat-syarat polis asuransi;
2. tingkat premi;
3. Penyelesaian klaim;
4. Persyaratan keahlian di bidang perasuransian; dan
5. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan penyelenggaraan usaha. dengan
(2) Setiap Perusahaan Perasuransian wajib memelihara kesehatan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip asuransi yang sehat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan dari penyelenggaraan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi pada perusahaan asuransi yang tidak mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 13
(1) Perusahaan Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi kepada suatu perusahaan asuransi yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Pialang Asuransi yang bersangkutan, kecuali apabila calon tertanggung telah terlebih dahulu diberitahu secara tertulis dan menyetujui mengenai adanya Afiliasi tersebut.
(2) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dilarang melakukan penilaian kerugian atas obyek asuransi yang diasuransikan kepada Perusahaan Asuransi Kerugian yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi yang bersangkutan.
(3) Perusahaan Konsultan Aktuaria dilarang memberikan jasa kepada Perusahaan Asuransi Jiwa atau dana pensiun yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Konsultan Aktuaria yang bersangkutan.
(4) Agen Asuransi dilarang bertindak sebagai agen dari perusahaan asuransi yang tidak mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 14
(1) Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(2) Terhadap perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan dalam Undang-undang ini.
Pasal 15
(1) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan berkala atau setiap waktu apabila diperlukan terhadap usaha perasuransian.
(2) Setiap perusahaan perasuransian wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen, dan laporan-laporan, serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 16
(1) Setiap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menyampaikan neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada Menteri.
(2) Setiap perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan operasional kepada Menteri.
(3) Setiap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba
rugi perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas.
(4) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), setiap Perusahaan Asuransi Jiwa wajib menyampaikan laporan investasi kepada Menteri.
(5) Bentuk, susunan dan jadwal penyampaian laporan serta pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang- undang ini atau peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterapkan dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
a. Pemberian peringatan;
b. Pembatasan kegiatan usaha;
c. Pencabutan izin usaha.
(3) Sebelum pencabutan izin usaha, Menteri dapat memerintahkan perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya.
(4) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta jangka waktu bagi perusahaan dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Dalam hal tindakan untuk memenuhi rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) telah dilaksanakan dan apabila dari pelaksanaan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak mampu atau tidak bersedia menghilangkan hal-hal yang menyebabkan pembatasan termaksud, maka Menteri mencabut izin usaha perusahaan.
(2) Pencabutan izin usaha diumumkan oleh Menteri dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas.
Pasal 19
Dalam hal perusahaan telah berhasil melakukan tindakan dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), maka perusahaan yang bersangkutan dapat melakukan usahanya kembali.
Pasal 20
(1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan Kepailitan, dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, maka Menteri, berdasarkan kepentingan umum dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit.
(2) Hak pemegang polis atas pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama.
Pasal 21
(1) Barang siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha perasuransian tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual kembali kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(5) Barang siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 22
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, terhadap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, atau denda, yang ketentuannya lebih lanjut akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah kejahatan.
Pasal 24
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas nama suatau badan hukum atau badan usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap badan tersebut atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana itu maupun terhadap kedua-duanya.
Pasal 25
(1) Perusahaan Perasuransian yang telah mendapat izin usaha dari Menteri pada saat ditetapkannya Undang-undang ini, dinyatakan telah mendapat izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwajibkan menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(3) Ketentuan tentang penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta jangka waktunya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 26
Peraturan perundang-undangan mengenai usaha perasuransian yang telah ada pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai peraturan perundang-undangan yang menggantikannya berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan.
Pasal 27
Dengan berlakunya Undang-undang ini maka Ordonnanntie ophet Levensverzekeringbedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 28
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.