google.com, pub-8188148496257160, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar Forex Gratis

History Menteri Kabinet Dwikora Yang Dihancurkan Orde Baru

M ACHADI adalah satu dari sedikit saksi sejarah peristiwa G30S tahun 1965 yang masih hidup. Saat peristwa itu terjadi Achadi menjabat sebagai menteri koperasi dan transmigrasi Kabinet Dwikora, disamping sebagai rektor Universitas Bung Karno (UBK) yang dibubarkan setelah Soeharto berkuasa.

Menurut Achadi, Soeharto adalah tokoh yang paling bertanggung jawab atas peristiwa pembantaian jutaan orang yang terjadi pasca G30S, atau peristiwa yang oleh Bung Karno disebut sebagai Gerakan Satu Oktober (Gestok).

Usai peristiwa yang menewaskan enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat itu Bung Karno membentuk tim Epilog G30S. Tugas utama tim itu adalah untuk mencegah aksi pembantaian dan perang saudara di grass root yang menggunakan tameng peristiwa itu.

“Itu adalah masa-masa kelam dalam sejarah republik kita. Siapa saja yang ingin membunuh, dapat dengan seenaknya menuduh si anu sebagai anggota atau kader PKI (Partai Komunis Indonesia). Bung Karno berkali-kali menyerukan agar pembantaian dihentikan,” cerita Achadi kepada Situs Berita Rakyat Merdeka.

Bung Karno menunjuk Wakil Perdana Menteri III yang juga Ketua Periodik Front Nasional Caerul Saleh sebagai ketua tim. Soeharto yang saat itu berpangkat mayor jenderal dan memegang posisi sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) diangkat sebagai anggota Tim Epilog. Anggota lain adalah Menteri Penerangan Achmadi yang juga Ketua G3 Koti; Jaksa Agung Soetardio; Sekjen Front Nasional Soedibjo; dan Achadi sendiri.

“Sebagai Pangkopkamtib, Soeharto sama sekali tak pernah menyerukan agar aksi pembunuhan di banyak tempat dihentikan. Dia juga tidak pernah menggelar pasukan untuk menghentikan rakyat membunuh sesamanya. Bahkan ada kesan, Angkatan Darat yang berada di bawah kekuasaan Soeharto justru mensponsori pembantaian-pembantaian tanpa pengadilan itu,” kenang Achadi lagi.

Di satu sisi, dia mengenang, Bung Karno sering kali menyerukan agar Angakatan Darat menghentikan pembantaian tersebut. Namun seruan Bung Karno sama sekali diabaikan. Di mata Soeharto dan Angkatan Darat kala itu, Bung Karno bukan lagi pemimpin yang harus didengarkan.

Pembantaian yang terjadi pasca G30S atau Gestok, sebut Achadi lagi, adalah satu dari sekian banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan Soeharto.

“Bagaimanapun, harus ada clearance terhadap orang-orang yang tanpa sebab akibat yang jelas dibantai. Harus ada upaya mengembalikan nama baik orang-orang yang ditangkap dan dipenjarakan di masa-masa itu,” sebutnya lagi.

Achadi sendiri, setelah Soeharto menjadi pejabat presiden pada Maret 1967, termasuk menteri yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan yang jelas. Dia mendekam di hotel prodeo selama 12 tahun.

0 komentar:

Custom Search